Sengketa Lahan Sea: Pagar Kontroversial, Hukum Dipertanyakan, dan Pengawalan Polisi

Minahasa, Swarakawanua.id – Ketegangan menyelimuti Desa Sea, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menyusul aksi pemasangan pagar di lahan yang diklaim milik warga, namun diduga diserobot oleh pihak Jimmy Widjaya Cs, Selasa (30/09).

Pemasangan pagar ini menuai protes keras dari masyarakat Sea, apalagi di lokasi tersebut tampak pengawalan ketat dari aparat kepolisian.

Kuasa Hukum masyarakat Noch Sambouw, S.H, M.H, C.M.C, angkat bicara mengenai kontroversi ini. Menjawab pertanyaan wartawan tentang kehadiran aparat dan legalitas pemasangan pagar, Sambouw menegaskan bahwa pekerjaan ini bisa disebut “ilegal” dan “melanggar hukum”.

Menurutnya pekerjaan Ilegal tanpa perintah pengadilan. Sambouw mengakui bahwa pengawalan kepolisian adalah wewenang mereka untuk mengamankan pihak yang memohon. Pihak Jimmy Widjaya CS memang mengajukan permohonan pengamanan untuk pembuatan pagar. Namun, menurut Sambouw, masalah utamanya adalah status lahan.

“Di tanah ini yang akan dilakukan pemagaran ada orang, ada masyarakat yang menguasai yang sudah puluhan tahun dan memiliki juga surat dari pemerintah desa,” ujar Sambouw.

Menurutnya, berdasarkan aturan hukum yang berlaku, jika sebidang tanah sedang dikuasai oleh pihak lain, pekerjaan pemagaran seperti ini hanya bisa dilakukan atas perintah pengadilan, seperti eksekusi.

“Tapi ini kan tidak ada perintah pengadilan, tiba-tiba orang yang datang namanya Jimmy Widjaya dan CS perusahaannya mengatakan memiliki tanah ini langsung pagar menunjukkan bukti-bukti. Nah sedangkan bukti-bukti ini belum diuji di pengadilan,” tegas Sambouw.


Ia menekankan bahwa seharusnya Jimmy Widjaya menguji kekuatan bukti suratnya apakah itu jual beli atau sertifikat di pengadilan melalui gugatan terhadap orang yang menguasai dan mengolah tanah, sesuai hukum acara.

Tindakan datang langsung memagari dinilai melanggar hukum karena ada warga yang berhak menguasai lahan tersebut.

Ironisnya, lahan yang dipagari tersebut disebut sedang dalam perkara di pengadilan. Sambouw menjelaskan bahwa objek tanah ini pernah digugat secara perdata, dan putusannya adalah N.O. (Niet Ontvankelijke Verklaard), yang berarti gugatan tidak dapat diterima. Pihak yang menggugat saat itu adalah pihak yang kini menjual tanah ke Jimmy Widjaya.

“Ane bin Ajaib, undang-undang peraturan mengatakan tanah yang dalam sengketa tidak bisa dilakukan jual beli atau peralihan hak,” kata Sambouw.

Ia menyoroti bahwa notaris/PPAT yang membuat akta jual beli juga diduga melanggar Pasal 39 huruf F PP 24 Tahun 1997, tentang pendaftaran tanah yang melarang pejabat membuat akta jual beli apabila tanah sedang bersengketa.

Menurut Sambouw, tindakan pihak Jimmy Widjaya ini melawan hukum baik dari sisi administrasi maupun upaya penguasaan paksa.

Untuk menjamin keadilan, Sambouw telah menganjurkan agar warga yang menguasai tanah juga segera membuat permohonan pengamanan kepada pihak kepolisian, sehingga pihak berwajib tidak dianggap memihak salah satu pihak.

Sementara itu, pihak kepolisian membenarkan adanya pengamanan di lokasi. Kabag Ops Polresta Manado, Kompol Luther Tadung, memimpin pengamanan tersebut dan menyebutkan total 152 personel diturunkan dari Polresta dan Polda untuk mengamankan pekerjaan pemasangan pagar.

Ketika ditanya mengenai adanya klaim masyarakat yang merasa memiliki lahan dan adanya proses hukum, Kabag Ops Polresta Manado menegaskan bahwa ranah kepolisian bukan untuk menentukan kepemilikan.


“Kita hormati pemilik yang memegang alas hak yang sah menurut hukum,” tegas Tadung.


Menurutnya, kepolisian telah melakukan penilaian (asesmen) terhadap sertifikat yang diajukan oleh pemohon pengamanan (pihak Jimmy Widjaya) dan menyatakan tidak bermasalah. “Yang pasti sekarang yang bermohon adalah dari pemilik yang memiliki sertifikat yang sah. Dan itu kita sudah lakukan asesmen, penilaian, tidak bermasalah,” jelasnya.

Tujuan pengamanan, lanjutnya, adalah untuk melindungi hak-hak pemilik sertifikat yang sah. Mengenai adanya gugatan, L.Tadung mempersilakan masyarakat untuk menempuh jalur hukum seperti PTUN, dan menyatakan kepolisian akan mendukung jika nantinya ada putusan pengadilan yang memenangkan masyarakat.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *